Sesempurna Apakah Anakmu?
Friday, October 22, 2010
Membaca tulisan Pak Rhenald Kasali di sini, saya merasa seperti disadarkan bahwa anak memerlukan motivasi bukan Ancaman.
Saya pernah menyaksikan pentas seni. Anak-anak yang masih dalam kategori SD dan TK tampil memukau. Gerakan tarinya sangat sempurna. decak kagumpun terdengar dimana-mana. Alangkah hebatnya anak-anak Indonesia.
Di tengah kekaguman saya yang tengah memuncak, ternyata ada seseorang anak yang melakukan gerakan yang salah. Pembimbing tarian seketika bermuka masam dan kecewa seolah-olah bahwa anak yang tak tampil sempurna adalah pendosa.
Di tempat lain, ketika seorang anak tampil grogi sehingga gagap ketika berpidato, maka kawan-kawannya berteriak mencemoohnya, orang tua dan pembimbingnya menggumam tak jelas.
Again, anak harus tampil sempurna.
Saya jadi teringat pentas-pentas anak-anak sekolah yang ada di Montreal. Betapa jauh dari sempurna kalau dibandingkan dengan pentas-pentas anak-anak yang ada di Indonesia. Tetapi pentas anak-anak di Montreal dilakukan dengan riang gembira dan yang ada adalah muka-muka sumringah para orang tua, guru dan masyarakat yang menyaksikan. Anak melakukan kesalahan gerak/suara atau tidak sama-sama mendapat respon yang sama: tepuk tangan dan kekaguman serta teriakn penuh support dan motivasi. "Bravoooo!! go go Brandon" adalah teriakn yang seolah-olah menegaskan bahwa apapun yang anak lakukan di atas pentas amatlah diaprsiasi dan membanggakan.
Sementara di Indonesia, anak adalah malaikat kudu tampil sempurna sesuai dengan pakem-pakem yang ada
Dilain pihak, di masyarakat, anak harus soleh, pinter ngaji, pinter matematika, pinter main musik, cakep, pinter olah raga, menempati rangking atas dan sekolah di sekolah-sekolah favorit serta berbagai "harus" lainnya yang menempel guna pencitraan anak dan keluarganya seolah anak-anak harus menjadi "super man atawa super girl"
Anak adalah pribadi yang unik. Mereka mempunyai bakat dan minatnya masing-masing. Kita memang perlu membimbing mereka tetapi bukan mencetak mereka sesuai dengan kemauan kita.
Dan Sayapun seperti sedang menjewer diri saya sendiri sambil memandang diri dari sebuah cermin.
Saya pernah menyaksikan pentas seni. Anak-anak yang masih dalam kategori SD dan TK tampil memukau. Gerakan tarinya sangat sempurna. decak kagumpun terdengar dimana-mana. Alangkah hebatnya anak-anak Indonesia.
Di tengah kekaguman saya yang tengah memuncak, ternyata ada seseorang anak yang melakukan gerakan yang salah. Pembimbing tarian seketika bermuka masam dan kecewa seolah-olah bahwa anak yang tak tampil sempurna adalah pendosa.
Di tempat lain, ketika seorang anak tampil grogi sehingga gagap ketika berpidato, maka kawan-kawannya berteriak mencemoohnya, orang tua dan pembimbingnya menggumam tak jelas.
Again, anak harus tampil sempurna.
Saya jadi teringat pentas-pentas anak-anak sekolah yang ada di Montreal. Betapa jauh dari sempurna kalau dibandingkan dengan pentas-pentas anak-anak yang ada di Indonesia. Tetapi pentas anak-anak di Montreal dilakukan dengan riang gembira dan yang ada adalah muka-muka sumringah para orang tua, guru dan masyarakat yang menyaksikan. Anak melakukan kesalahan gerak/suara atau tidak sama-sama mendapat respon yang sama: tepuk tangan dan kekaguman serta teriakn penuh support dan motivasi. "Bravoooo!! go go Brandon" adalah teriakn yang seolah-olah menegaskan bahwa apapun yang anak lakukan di atas pentas amatlah diaprsiasi dan membanggakan.
Sementara di Indonesia, anak adalah malaikat kudu tampil sempurna sesuai dengan pakem-pakem yang ada
Dilain pihak, di masyarakat, anak harus soleh, pinter ngaji, pinter matematika, pinter main musik, cakep, pinter olah raga, menempati rangking atas dan sekolah di sekolah-sekolah favorit serta berbagai "harus" lainnya yang menempel guna pencitraan anak dan keluarganya seolah anak-anak harus menjadi "super man atawa super girl"
Anak adalah pribadi yang unik. Mereka mempunyai bakat dan minatnya masing-masing. Kita memang perlu membimbing mereka tetapi bukan mencetak mereka sesuai dengan kemauan kita.
Dan Sayapun seperti sedang menjewer diri saya sendiri sambil memandang diri dari sebuah cermin.
© 2004 - 2006 Serambi Rumah Kita. Design & Template by Anita.