Tuhan itu Menakutkan

Sunday, November 14, 2010

Dari sekian puluh usia saya, saya baru merasakan bencana alam dalam arti yang sebenarnya. Bagaimana tidak? Saya kebetulan hidup di Yogyakarta. Memang agak jauh dari lereng merapi tetapi "batuk-batuk" merapi sempat saya dengarkan dengan hati yang ketar ketir. Beberapa keponakan saya mondok di sekitar lereng merapi dan beberapa diantaranya Kos di seputar UGM tentu membuat saya dan suami mempunyai tanggung jawab untuk menyelamatkan mereka. Dan semua bisa di selesaikan dengan baik, alhamdulilah.

Demikianlah. Masa-masa genting sudah mulai berkurang. Di balik masa-masa genting masih ada satu dua orang yang yang masih berpendapat "bencana bagi Pendosa" persis seperti yang pernah saya tulis di S i n i

Kalau dulu ketika saya menulis hal tersebut, saya masih berada di Montreal dan tak merasakan secara langsung penderitaan sebagai bagaian dari yang terkena musibah , maka sekarang saya adalah bagian dari masyarakat Yogya yang melihat secara langsung apa yang terjadi di Yogya dan dada saya terasa lebih meledak ketika beberapa orang-orang mulai memberi stempel bencana bagi para pendosa"

Kematian mbah Marijanpun diributkan, seolah-olah mereka adalah tuhan yang berhak menetukan dimana arwah beliau berada tak peduli bahwa pernyataan mereka akan melukai saudara-saudara yang sangat menghormati Beliau.

Saya merasa bahwa masyarakat kita sudah terkena "judgement syndrom" sehingga segala sesuatunya dihubungkan dengan permasalahan dosa dan tidak. Sosok "suci"pun bermunculan. Saya melihat bahwa Tuhan menjadi sosok yang mengerikan yang hanya bisa menghukum dengan bencana dan mengancam dengan nerakanya.

Kenapa sisi rahman dan rahim Tuhan sering dilupakan dan jarang dimunculkan?

Kewajiban kita adalah berbuat kebaikan dan menaburkan benih kasih sayang serta menolong sesama untuk bangkit lagi setelah tertimpa musibah.

Masalah nilai kita di mata tuhan? Apakah surga dan neraka yang kita dapatkan? biarlah Tuhan yang menentukan

© 2004 - 2006 Serambi Rumah Kita. Design & Template by Anita.