Wednesday, February 11, 2004

PINDAHAN ALA PENDUDUK INDONESIA DI MONTREAL

Urusan pindahan memang tidak hanya merepotkan tetapi juga bisa membikin stres.Bagaimana tidak setres? Barang-barang harus kita pack sesuai dengan tempatnya agar setelah sampai di tempat tinggal baru bisa kita tata sesuai dengan klasifikasinya. Dalam hal ini, benar yang dikatakan Iman bahwa semua orang mempunya DNA sebagai pustakawan. Karena orang cenderung menata barang-barang miliknya sesuai dengan sistem yang ada dipikiran mereka agar memudahkan mereka dalam menemukan kembali barang yang di butuhkan.

Pindahan tidak bisa lepas dari urusan angkat mengangkat furniture dari apartemen lama kita ke apartmen baru. Mungkin tidak akan mejadi masalah kalau uang kita banyak dan kita tinggal menyewa sebuah jasa yang memang bertugas untuk urusan pindah memindah barang.

Tetapi masalahnya, sebagian dari penduduk Indonesia di Montreal ini adalah pelajar yang menerima beasiswa pas-pas an. Jadilah penduduk Indonesia ini bersatu padu dalam urusan pindahan ini.

Apa saja yang kita lakukan ketika musim pindahan?

Pertama; mengatur jadwal pindahan agar tidak terjadi dua keluarga atau dua invidu yang pindah dengan lokasi yg berjauhan pada hari yang sama. Jika tidak memungkinkan, maka akan dibuat jadwal, siapa membantu siapa agar para movers itu tetap mendapatkan bantuan dengan pasukan yang seimbang.

Kedua; mengontak "Max" sopir pick up asal jerman langganan penduduk Indonesia Montreal ketika pindahan. Max terkenal fleksibel dalam memberikan bantuan mengangkut barang-barang kami. Tidak banyak cek cok dan biasanya dia sering meberikan discount. Ide-idenya dalam hal teknis mengakut barang sangat cemerlang dan tidak pernah mengeluh meskipun harus mengangkut barang dengan kesulitan tinggi sekalipun.

Dulu, ketika hampir semua pelajar Indonesia masih kuat untuk menyewa apartemen di downtown (1997-1999), pindahan dari satu apartemen ke apartemen lain tidak menggunakan mobil sama sekali. Jadi segala macam alat perlengkapan rumah tangga dari sofa, tempat tidur, komputer sampai piring, diangkat dengan menggunakan tenaga manusia. Tidak laki-laki, tidak perempuan menyeret2 kursi, menggotong-nggotong furniture dari satu building ke building lainnya.

Adalah Mas Arif, guru SMA Muhamadiah Yogya, suami mbak atun yang sekarang di Australia lah yang membuat gerobak dari sebuah papan yg berukuran kira2 50 cm X 10 berodakan roda sepeda anak-anak. Dengan adanya alat ini proses pemindahan tersa lebih mudah. Tetapi ketika saya kembali ke Montreal pada tahun 2001, gerobak itu sudah tidak ada dan tidak seorangpun tahu kemana perginya roda bersejarah itu. maklumlah penduduk Indonesia di Montreal datang danpergi sesuai dengan jatah masa studi mereka. Dan tradisi pindahanpun sudah berubah dari alat angkut gerobak menjadi mobil pick up si Max.


Ketiga; para ibu-ibu merancang menu konsumsi agar para pasukan pelaksan pindahan tidak kelaparan dan kehausan selama menjalankan tugasnya. Acara makan-makan biasa dibagi menjadi dua waktu: makan-makan di apartemen lama sebelum pengangkutan barang dan makan-makan di rumah baru sesudah barang-barang di pindahkan.

Keempat; pelaksanaan pindahan. hampir semua penduduk Indonesia berkumpul bersatu padu mengangkut barang-barang itu tanpa diminta oleh si tuan rumah. Tidak perduli jabatan. Tidak perduli usia, tidak perduli jenis kelamin, semuanya turun tangan membantu proses pindahan rumah itu. Suasana sangat akrab dan meriah. Anak-anakpun ikut bergembira. Semoga suasana seperti ini akan tetap ada walaupun generasi sudah berganti.

Lihatlah
biji mataku mungkin bisa berubah warna
rambutku mungkin bisa berganti gaya
bajuku mungkin bisa berganti masa
tubuhku mungkin bisa berganti rasa
otakku mungkin bisa melampaui berjuta peradaban
cara makanku mungkin berganti selera
tapi ada budaya yang tersimpan di denyut nadi
yang asli akan tetap lestari
dan kita akan kembali ke nurani

Montreal, 2004
.

Ps: Beberapa hari yang lalu, saya masak schotel ala Syl yang juga dipaparkan di Forum Blogger family dan hasilnya adalah:


© 2004 - 2006 Serambi Rumah Kita. Design & Template by Anita.