Thursday, November 18, 2004
'MEREMEHKAN" MEMBAWA SENGSARA
lihatlah garam itu
kecil seolah tak bermakna
tapi ketiadaanya membawa petaka
Untuk urusan riset, saya sangatlah serius. cobalah tengok postingan saya beberapa hari sebelum terbang ke Indonesia yang berjudul "packing dan packing". Rasanya keperluan riset dari A sampai Z sudah saya persiapkan dengan matang. Bahkan batu baterai pun saya siapkana dari Montreal karena saya enggan berurusan dengan masalah teknis di suatu daerah yang saya merasa tidak familiar.
Note: gaya riset saya yang berhasil di jepret adhi
Tapi ada saja yang tertinggal karena saya ingin serba ringan ketika saya menjaring obyek riset saya. Baju-baju yang saya bawa dari Montreal ternyata tak terpakai karena saya lebih suka membawa dua kaos blogger family untuk perjalanan santai, satu stel mukena untuk ibadah, dan satu stel baju yang saya anggap resmi untuk ke institusi-institusi yang saya singgahi plus dua daster untuk di rumah.laptop tidak saya bawa karena sudah tergantikan PDA tungsten saya, meskipun saya harus cepat-cepat mentransfer data saya begitu saya sampai Pekalongan sebagai basecamp saya guna ngirit memory. Charger camera sayapun tak saya bawa bepergian karena saya sudah yakin bahwa camera saya dalam keadaan penuh power. Jadi, start dari Pekalongan, satu ransel, satu tas tangan saja, saya pikr sudah cukup.
note: begini gaya saya ketika berkelana; satu tas ransel, satu tas tangan dan kaos BF kesayangan.
permasalahan pertama muncul ketika sebuah institusi di jakarta menanyakan print-out daftar wawancara yang akan saya tanyakan. padahal saya tidak membawa print out karena data tsb sudah ada di PDA saya dan tentu saja saya tak membawa hotsync (saya harus kembali ke rempoa kalau saya mau mengambil hotsync yang berarti berapa jam harus saya lalui dengan berbagai kemacetan) untuk mindahin data serta saya sudah mengirimkan ke institusi tsb 2 minggu sebelum keberangkatan saya ke Indonesia. di yahoo briefcase saya, ternyata tak ada dan saya terpaksa rental komputer untuk mengetik ulang segala pertanyaan itu.
Permasalahan kedua adalah ketika saya harus mengcopy data dari computer sebuah institusi di jakarta, saya kesulitan karena saya tidak membawa CD. Yang saya bawa kemana-mana adalah USB data traveller yang ternyata tidak compatible dengan window 98 dan saya tak membawa CD untuk menginstal programnya. untuk menyiasatinya, saya terpaksa meminta disket teman saya yang ternyata disket tersebut tidak bisa di buka di komputer2 keluarga mbak rieke dan laptop saya. tetapi untungnya bisa di print di warnet di sekitar pondok labu.
Permasalahan ketiga berkaitan dengan kamera digital. Karena merasa chargernya kegedean, saya tinggalkan sajalah charger di Pekalongan. Tetapi permasalahan muncul ketika di Makassar tenyata kamera saya perlu di charge. padahal masih ada tiga kota yang harus saya kunjungi. Untuk mengantisipasinya Di Makassar, ada Adhi yang menjadi fotografer saya sekaligus mengkopikan hasil jepretan risetnya di CD. Di Surabaya, ada mbak Imas, sang kepala perpustakaan yang meminjamkan kamera digitalnya kepada saya. Di Jombang, gus AAm, putra sang kyai Tambak beraspun berbuat yang serupa dan di bandungpun, saya meminta tolong Dharma untuk ke darut tauhid memotret objek2 penelitian saya.
Oh ya colokan ala Indonesia yang sudah saya persiapkanpun ternyata tidak bisa saya gunakan dan ini membuat keluarga mbak Rieke repot mencarikan penggantinya. Dan sampai saat ini saya lupa mengembalikan colokan itu ke mbak rieke dan masih dengan manisnya menempel di kabel laptop saya. Semoga di ihlaskan ya.
Coba bayangkan kalau saya tak mempunyai kawan-kawan blogger dan kebetulan institusi2 yang saya kunjungi tak setelaten itu dalam melayani saya yang ceroboh ini?
Baju-bajupun menjadi masalah ketika saya harus ke sebuah pesantren di Jawa Timur. Ternyata pakaian resmi saya terlalu minim untuk memasuki sebuah pesantren. walaupun para sesepuh pesantren tak mempermasalahkannya tetapi saya merasa tidak enak sehingga Neng Ninid sang putri kyaipun ikut meminjamkan jubahnya. lihatlah, betapa kecerobohan saya sangat merepotkan orang lain dan saya sendiri.
Note:Baju yang saya anggap resmi itu
Dan selama riset, saya telah meninggalkan odol, sikat gigi, 2 handuk, 2 lipstik, album foto anak-anak dan bedak tersebar di Tokyo, Bandung, Jombang, Jakarta dan Surabaya. Tetapi, setidaknya sampai sekarang, semua data hasil riset terbawa semua ke Montreal
Dan yang terakhir, sehari sebelum saya kembali ke Montreal, saya menyadari bahwa headset tungsten saya ketinggalan di Pekalongan! tolong! ada yang mau mengambilkan?
Ps : Foto2 jepretan adhi
lihatlah garam itu
kecil seolah tak bermakna
tapi ketiadaanya membawa petaka
Untuk urusan riset, saya sangatlah serius. cobalah tengok postingan saya beberapa hari sebelum terbang ke Indonesia yang berjudul "packing dan packing". Rasanya keperluan riset dari A sampai Z sudah saya persiapkan dengan matang. Bahkan batu baterai pun saya siapkana dari Montreal karena saya enggan berurusan dengan masalah teknis di suatu daerah yang saya merasa tidak familiar.
Note: gaya riset saya yang berhasil di jepret adhi
Tapi ada saja yang tertinggal karena saya ingin serba ringan ketika saya menjaring obyek riset saya. Baju-baju yang saya bawa dari Montreal ternyata tak terpakai karena saya lebih suka membawa dua kaos blogger family untuk perjalanan santai, satu stel mukena untuk ibadah, dan satu stel baju yang saya anggap resmi untuk ke institusi-institusi yang saya singgahi plus dua daster untuk di rumah.laptop tidak saya bawa karena sudah tergantikan PDA tungsten saya, meskipun saya harus cepat-cepat mentransfer data saya begitu saya sampai Pekalongan sebagai basecamp saya guna ngirit memory. Charger camera sayapun tak saya bawa bepergian karena saya sudah yakin bahwa camera saya dalam keadaan penuh power. Jadi, start dari Pekalongan, satu ransel, satu tas tangan saja, saya pikr sudah cukup.
note: begini gaya saya ketika berkelana; satu tas ransel, satu tas tangan dan kaos BF kesayangan.
permasalahan pertama muncul ketika sebuah institusi di jakarta menanyakan print-out daftar wawancara yang akan saya tanyakan. padahal saya tidak membawa print out karena data tsb sudah ada di PDA saya dan tentu saja saya tak membawa hotsync (saya harus kembali ke rempoa kalau saya mau mengambil hotsync yang berarti berapa jam harus saya lalui dengan berbagai kemacetan) untuk mindahin data serta saya sudah mengirimkan ke institusi tsb 2 minggu sebelum keberangkatan saya ke Indonesia. di yahoo briefcase saya, ternyata tak ada dan saya terpaksa rental komputer untuk mengetik ulang segala pertanyaan itu.
Permasalahan kedua adalah ketika saya harus mengcopy data dari computer sebuah institusi di jakarta, saya kesulitan karena saya tidak membawa CD. Yang saya bawa kemana-mana adalah USB data traveller yang ternyata tidak compatible dengan window 98 dan saya tak membawa CD untuk menginstal programnya. untuk menyiasatinya, saya terpaksa meminta disket teman saya yang ternyata disket tersebut tidak bisa di buka di komputer2 keluarga mbak rieke dan laptop saya. tetapi untungnya bisa di print di warnet di sekitar pondok labu.
Permasalahan ketiga berkaitan dengan kamera digital. Karena merasa chargernya kegedean, saya tinggalkan sajalah charger di Pekalongan. Tetapi permasalahan muncul ketika di Makassar tenyata kamera saya perlu di charge. padahal masih ada tiga kota yang harus saya kunjungi. Untuk mengantisipasinya Di Makassar, ada Adhi yang menjadi fotografer saya sekaligus mengkopikan hasil jepretan risetnya di CD. Di Surabaya, ada mbak Imas, sang kepala perpustakaan yang meminjamkan kamera digitalnya kepada saya. Di Jombang, gus AAm, putra sang kyai Tambak beraspun berbuat yang serupa dan di bandungpun, saya meminta tolong Dharma untuk ke darut tauhid memotret objek2 penelitian saya.
Oh ya colokan ala Indonesia yang sudah saya persiapkanpun ternyata tidak bisa saya gunakan dan ini membuat keluarga mbak Rieke repot mencarikan penggantinya. Dan sampai saat ini saya lupa mengembalikan colokan itu ke mbak rieke dan masih dengan manisnya menempel di kabel laptop saya. Semoga di ihlaskan ya.
Coba bayangkan kalau saya tak mempunyai kawan-kawan blogger dan kebetulan institusi2 yang saya kunjungi tak setelaten itu dalam melayani saya yang ceroboh ini?
Baju-bajupun menjadi masalah ketika saya harus ke sebuah pesantren di Jawa Timur. Ternyata pakaian resmi saya terlalu minim untuk memasuki sebuah pesantren. walaupun para sesepuh pesantren tak mempermasalahkannya tetapi saya merasa tidak enak sehingga Neng Ninid sang putri kyaipun ikut meminjamkan jubahnya. lihatlah, betapa kecerobohan saya sangat merepotkan orang lain dan saya sendiri.
Note:Baju yang saya anggap resmi itu
Dan selama riset, saya telah meninggalkan odol, sikat gigi, 2 handuk, 2 lipstik, album foto anak-anak dan bedak tersebar di Tokyo, Bandung, Jombang, Jakarta dan Surabaya. Tetapi, setidaknya sampai sekarang, semua data hasil riset terbawa semua ke Montreal
Dan yang terakhir, sehari sebelum saya kembali ke Montreal, saya menyadari bahwa headset tungsten saya ketinggalan di Pekalongan! tolong! ada yang mau mengambilkan?
Ps : Foto2 jepretan adhi
© 2004 - 2006 Serambi Rumah Kita. Design & Template by Anita.