Sama saja!

Monday, May 23, 2005

Hidup di Montreal dan di Yogya ternyata sama saja.
Di Yogya, supir-supir bis kota dan Kobutri (sebutan untuk angkot) suka berhenti ditempat-tempat tertentu untuk nambah penumpang dimana saja dan kapan saja tanpa peduli para penumpang yang sudah penuh sesak dan was-was terlambat ke sekolah dan tempat kerja.

Di Montreal, supir-supir bis kota juga menutup seluruh pintu bis di tempat-tempat tertentu untuk sekedar makan siang atau istirahat. Cuman bedanya kalau di Montreal, tempatnya selalu itu-itu saja dan jam-jam tertentu yang memang merupakan jeda waktu bagi supir2 tersebut untuk menyupir pada ronde2 selanjutnya dan tak ada penumpang didalamnya dalamnya. Tanpa peduli penumpang yang sudah menunggu berderet-deret panjangnya serta kedinginan. sang sopir2 itu tak akan mengijinkan penumpang masuk ke bis nya sebelum jam berangkat bis tiba.

kalau sakit, baik di Montreal maupun di Yogya menderitanya sama saja.

Di Montreal, orang sakit harus appointment dulu dengan dokter. Bisa jadi begitu saat appointmen tiba, orangnya sudah sembuh atau bahkan sudah mati duluan atau datang ke klinik-klinik dengan antrian panjang. Kecuali kalau ke emergency bisa segera ditangani tetapi kalau cuman sakit tenggorokan dan kelihatan bisa menunggu di ruang tunggu, bisa jadi kita datang jam 10 pagi dan baru bisa ketemu dokternya pada jam 7 malam. Itupun belum bisa membeli obatnya karena harus dapat keputusan dari laboratorium selama dua hari untuk bisa meminum antibiotik.

Di Yogya, orang sakit bisa langsung pergi kedokter dan dokter begitu mudah memberikan antibiotik.Kalau kebanyakan antibiotik, tentu kita miris juga

Kalau sudah berkaitan dengan birokrasi, baik di Montreal maupun di Yogya sama susahnya.

Di Montreal, kalau memang ketemu orang yang susah (untung2an juga disini), kita harus mengurus segala sesuatunya dari A sampai Z bahkan kadang-kadang ketemu orang yang sok tau sehingga membuat kita sperti di ping pong karena keterangannya yg tak valid.

Di Yogya, kalau sudah ketemu urusan birokrasi, duit katanya bisa menjadi jalan ampuh untuk memotong birokrasi yang panjang dan orang-orangpun bisa ongkang-ongkang.

Di Montreal dan di Yogya sama-sama harus menghadapi diskriminasi.

Di Montreal, masih ada juga orang-orang yang memandang rendah orang-orang kulit berwarna. Pagi ini, saya melihat seorang perempuan hamil disuruh memberikan tempat duduknya di Bis oleh orang tua berkulit putih. ketika perempuan berkulit coklat itu menolak memberikan tempat duduknya, orang tua tersebut marah2 dengan mengatakan, "she is not human!" terus merepetlah dia yang intinya mengatakaan sungguh mengenaskan bagi kanada yang terlalu baik hati telah memberikan tempat bernaung buat orang-orang seperti dia, dengan logat Perancis yang kental. Serta merta saya yang duduk di barisan kedua meberikan kursi saya dan herannya dia tak meminta tempat duduk seorang lelaki muda ganteng berkulit putih yang duduk dengan tenangnya disebelah ibu2 hamil itu. Kejadian serupa, entah sudah berapa kalinya saya jumpai, mungkin tiga kali. Memang tak bisa di generalisasi tapi indikasi kearah itu tetap ada terutama di kalangan generasi tuanya.

Di Yogya, orang-orang parlente lebih dilayani dengan ramah di toko-toko daripada orang-orang sederhana seperti saya.

Di Montreal dan di Yogya, sama saja bagi saya. kalau ada waktu luang saya lebih suka tiduuuuurrrrr panjaaaaaang daripada keluar rumah. ah, alangkah malasnya saya. Untung saya punya anak yang selalu merengek untuk meminta jalan-jalan. kalu tidak, mungkin saya sudah jadi tempe karena menjamur didalam rumah terus.

PS, Nink dan Izza, wah akhirnya kalian memilih untuk pulang menghadapi kenyataan di Indonesia mendahului kami yang berangkat bareng2 3 tahun lalu? kita bakalan sangat kehilangan. Summer menjadi tak indah tanpa kalian.

© 2004 - 2006 Serambi Rumah Kita. Design & Template by Anita.