Anniversarry, Birthday and Happy Blogging

Tuesday, October 31, 2006



Kata saya:

Dulu, saya pernah bercita-cita mempunyai suami yang gagah perkasa. Tinggi dan gede badannya. Rasanya aman kalau punya suami berbadan preman.

Dulu saya punya cita-cita punya suami kaya raya. Punya rumah gedongan dengan asisten minimal 4 orang sehingga saya tinggal ongkang-ongkang.

Dulu saya punya cita-cita, untuk membahagiakan orang tua, suami saya musti satu mbah buyut dengan saya. Satu suku dan bukan di luar itu.

Dulu saya punya cita-cita, resepsi pengantin yang meriah dengan nasi kebuli dan musik zafin mengiringinya.

Nyatanya?

Tubuh suami saya imut. Badan dan mukanya lebih mirip Sumanto daripada badan preman. tapi saya jatuh cinta tak karuan.

Suami saya seorang seniman. Suka berteater, berpuisi dan menulis kata-kata daripada ngoyo nyari uang. Dia memang berdagang meneruskan tradisi batik yang merupakan wanti-wanti dari orang tuanya. Ketika tahu uang simpanan keluarga menipis, dia akan mati-matian kejar setoran. Di Canada, diapun berjuang banting tulang untuk menghidupi keluarga

Tapi begitu ada kelebihan uang, sering dipinjam-pinjamkan orang dengan jaminan kata-kata 'kapan-kapan' dan kebanyakan memang nyaurnya entah kapan.Tapi ya, sudah lah. Meskipun tak berumah gedongan dan ongkang-ongkang, hidup lebih berkah rasanya.

Suami saya bukan satu keturunan. Mbah buyut dia jauh koneksi nasabnya dengan mbah buyut saya. Untungnya keluarga saya sekarang sudah sayang padanya.

resepsi pernikahan saya sangat sederhana saja. Tanpa baju pengantin. Cukup berjilbab saja. Bahkan karena musti nunggu keputusan dari pengadilan agama dan KUA, persiapannyapun kurang dari 24 jam. tapi ya sudahlah.



Dulu suami saya punya cita-cita:

Punya isteri berambut panjang. Kulit putih bersih, bau wangi parfum dimana-mana, seksi, tinggi, punya wajah keibuan dan tentu saja pintar masak.


Nyatanya?
Isterinya lebih suka berambut pendek. berkulit gelap dan berwajah kebapakan berkaki kesebelasan. Tak suka rapi-rapian. Tapi ya sudahlah...

Yang paling parah, saya tak bisa masak. kalau masak nyontek di internet. Resep di internetnya sih sudah oke tapi saya selalu tak bisa mengepaskan rasa garamnya. Dan akhirnya suami saya harus memberikan penanganan terakhir masakan-masakan saya supaya bisa pas rasanya.

Dulu, ketika dia pertama kali mengenalkan saya ke ibunya, dia sudah bilang, ini kekasih saya. Tak bisa masak. bukan basa-basi tapi memang tak bisa masak beneran.

Kata saya:

Dulu saya melihatnya sebagai orang yang pendiam, cuek tetapi sangat penuh perhatian terhadap saya.

Kecuekannya membuat saya tertarik. perhatiannya yang ekstra terhadap saya membuat saya menjadi spesial.

Sekarang?
Justru kecuekannya sering menjadi pangkal perang. Ternyata kecuekannya itu kata lain dari pura-pura tak dengar kalau saya dan anak-anak mengkomplain sesuatu. "iya-iya" tapi tidak dilaksanakan. Terutama masalah cinta matinya terhadap rokok, yang bikin Danial BT tak karuan ketika melihat ayahnya menutup jendela dan pintu ruangan ketika dia merokok di balkoni sendirian.

Tentang perhatian? wah, jangankan perhatian, tanggalnya ultah saya dan anak-anaknya banyak lupanya daripada ingatnya. kalau lagi kesal dengan orang lain, cemberutnya sama saya. yah, daripada tak ada tempat untuk menumpahkan kejengkelan dan jadi TBC, biarlah saya yang menampungnya. Plus kalau lagi capek, wajahnya susah tersenyum.
yah, terlanjur cinta, apa mau dikata.


Kata suami saya:

Dulu dia mengenal saya sebagai perempuan sederhana. tampil apa adanya. Tak pernah memakai make up dan makan dengan memakai lauk apapun bisa. Dan saya mandiri pula, katanya.

Sekarang?
"Ternyata males to, yang ada dibalik semua kesederhanaanmu itu, " katanya. Lha iyalah, saya bisa makan apa adanya karena malas masak. Tampil seadanya karena malas dandan.

Masalah kemandirian, wah! Jangankan mandiri, sekalinya naik motor, warung tendapun saya tabrak. Akhirnya diapun harus mengantar kemanapun saya pergi.

Yah, apa mau dikata.

Begitulah! Setelah 11 tahun menikah! Baik dan buruk jadi warna.
Kadang terkekeh ketika melihat kembali perbedaan yang menyolok antara harapan dan kenyataan.


Tapi dibalik semuanya, suami saya itu sabar setengah mati menghadapi saya yang angin-anginan dan dia menerima saya apa adanya tanpa minta komisi sama sekali.

Kata suami saya, di balik semuanya, saya adalah satu-satunya orang yang sabar mendengarkan cerita-cerita dia ketika dia lagi butuh pendengar tanpa minta diskon sama sekali dan tanpa tawar menawar.

Untung saya menikah dengannya, kalau dengan orang lain, entah apa jadinya.



1-November 1995-1 November 2006
1996

1+1=3




2000

1+1=4



2006
11 tahun Sudah!



1+1= 5 sekarang!




3 november saya juga ulang tahun. dan sudah pasti suami saya akan melupakannya atau pura-pura lupa karena menyadari bahwa kita beranjak tua. memang sih usia suami saya semakin menua. 1 oktober 2006 kemaren, dia genap 41 tahun. tanpa ada perayan dan ucapan selamat ultah sama sekali. Dan sayapun beranjak tua, 3 November 2006 ini, usia saya genap 38 tahun!.

11 November, blog saya ultah ketiga. Pingkanlah orang yang paling berjasa. Dimana kau sekarang Pingky?
Untuk template berikutnya, tentu saya berhutang budi pada Vi3, mbak rieke dan sekarang Anita.

Terimakasih semuanya.
Doakan buat kebahagiaan kami Sekeluarga

Labibah dan Aly

-updated-
makasih dhika, atas entry blognya sebagai hadiah ultah pernikahanku. huhu terharu sekaligus ngeces liat photo2 tauoto Tjarlam dan nasi bungkus megono. oh kapankah bisa pulang?

© 2004 - 2006 Serambi Rumah Kita. Design & Template by Anita.