Sunday, November 28, 2004
menyusuri jejak-jejak masa lalu
segala kepahitan menjadi taman bunga
rindu ini menjadi kolam
yang airnya melenyapkan
segala semburat perseteruan
sambut salamku lewat angin
yang menerbangkan bebijian bernama
persaudaraan
Setelah kurang lebih 10 tahun saya meninggalkan segala hal yang berhubungan dengan rumah dan masa kecil saya, bulan-bulan lalu saya akhirnya bisa menikmati aroma, mengamati jejak-jejak masa lalu dengan leluasa di rumah abah saya.
Memasuki rumah tempat saya dibesarkan itu, saya seperti diseret kemasa lalu. Tanaman cocor bebek, kuping gajah masih ada di pekarangan yang tidak begitu luas. Saya merasakan ada kasih sayang ibu saya yang dulu merawatnya dengan telaten.
Ada kamar tidur tempat saya, kakak perempuan dan buyah nenek saya, tidur. Saya seperti merasakan pelukan buyah yang menidurkan kami dengan dongengan- dongengan dari nabi-nabi hingga hikayat raja diraja.
Saya dan abahpun sibuk menuangkan rindu dengan caranya masing-masing. Abahku tak begitu gemar bicara tetapi secangkir susu coklat selalu ada disetiap pagi. di siapkan oleh tangan abahku sendiri. Abah saya masih seperti dulu. Sibuk dengan aktifitas rutin menjadi imam musholla di kampungku.Dan masih saja memanjakanku dalam urusan yang bersifat domestik "ah aku tau kau tak begitu lihai dalam mengiris mangga" katanya ketika saya mencoba mengiris mangga. Dan benar saja, abah sudah menyelesaikan mengupas dua mangga, sedangkan saya, satu manggapun memakan waktu yang lama. Ah, abah memang tahu kalau saya tidak cekatan dalam urusan rumah tangga.
Abah saya sendirian saja di rumah dan selalu mengelak ketika ditawari pembantu. "abahkan pernah ikut pandu dan untuk apapula pembantu, kan abah sudah terbiasa melakukan kegiatan semua ini" katanya sambil memamerkan keahlian dia memasak. Tetapi tentu saja saya tak ingin merepotkan abah dengan memasak tiap hari, berdua kita hunting makanan asli Pekalongan. Nasi kebuli, nasi megono, tauto, kroket, sampai es durian santan di pojok kauman kita makan bersama-sama. Tiap pagi abahku selalu bertanya; "pingin makan apa hari ini?" saya bener2 menjadi anak 'tunggal abah" yang dituruti segala keinginan saya.
Nabilah, kakak perempuan saya juga memanjakan saya dengan kue-kue ala Pekalongan setiap kali dia pulang mengajar. Dan masih tetap rajin mengomeli saya karena wajahku yang kusam tanpa perawatan. Setelah saya ceritakan nasib lipstikku yang ketinggalan itu, diapun merelakan lipstiknya menjadi koleksiku. Dan sayangnya lipstik itu ketinggalan di Yogya.
Kepulangan kemarin saya benar-benar merupakan kepulangan yang bersifat "penemuan jejak-jejak masa lalu". Mudrikah yang menamakan anaknya , nikmatul labibah itu ternyata sudah menjadi kepala TK, Naili sudah mempunyai taman pengajian al quran dan dia sendiri sudah menjadi nyai yang sering pidato di seluruh kabupaten Pekalongan, Badriyah, yang dulu tampak tomboy ternyata bisa juga jadi guru di Sd muhammadiyah, Rufaiyah, yang dulu sangat cerdas, sudah menjadi guru madrasah yang serba bisa karena dia mengajar Bahasa arab, matematika, IPA sekaligus merangkap bendahara sekolah.
Khikmah yang dulu jadi primadona, kini memilih menjadi ibu rumah tangga tetapi aktif memimpin pengajian ibu-ibu PKK pimpinan suaminya, Joko, temanku juga. Sufi, yang dulu punya suara emas dengan lagu-lagu Ebiet G Ad dan jamal mirdad group band disekolah, kini juga sudah menjadi kepala sekolah. Kholik yang dulu playboy pun ternyata bisa menjadi bapak guru di sebuah SMA sambil menjadi makelar mobil. Melly, kawan kecilku yang cantik itu ternyata menjadi guru bahasa inggris adik iparku.sayang sekali, ketika kita menemui laila di Limpung batang, dia sedang mendampingi anak didiknya untuk mengikuti lomba sempoa di semarang.
Photo bareng2 teman sekolahku
Hampir 15 tahun tak ketemu. pertemuan itu membuat kita tertawa-tawa tanpa henti-henti mengingat yang terjadi di masa lalu. Dan sejenak menghilangkan jaim. Kecuali Rufaiyah, yang memang sama-sama kuliah denganku di Yogya, rata-rata teman saya penasaran dengan suami saya. Setelah saya tunjukkan fotonya, Khikmah, yang masih tampak cantik itu ternyata mengenal suami saya itu yang ternyata mantan kekasih sepupunya!
Tuesday, November 23, 2004
Adalah benar adanya bahwa negeri ini sedang sekarat
tubuhnya kian kurus di gerogoti setan dan tikus jalanan
Di kantor-kantor, ada drakula mengatas namakan birokrasi
Di jalan-jalan ada ular berdalih peraturan
Penduduknya menjadi ketakutan dan serba salah
takut kaya karena khawatir di palak para preman
takut miskin karena khawatir tak bisa makan tujuh turunan
maka jadilah setan-setan bergentayangan di sudut negeri yang konon bijak bestari
Saya sangat panik ketika mendapati sebuah dokumen penting saya lenyap di sebuah lembaga pemerintah. saya sudah membayar sejumlah uang tertentu tetapi ternyata hal itu belum cukup. Di instansi ini ternyata uang saja tidak cukup tetapi ternyata butuh 'dampingan' kita untuk membujuk para petugasnya untuk mengetik, mengantar surat ke meja-meja berikutnya.
Pikiran saya penat ditambah keharusan untuk bisa berbasa -basi dengan para pegawainya. saya menjadi seperti orang bodoh yang dibikin bodoh berhadapan dengan birokrasi. Seorang bapak-bapak, sebut saja Tumin, pegawai instansi itu terus saja menceramahi saya tentang persyaratan yang harus saya penuhi, yang kadang-kadang tidak masuk akal sama sekali. Misalnya, dia meminta surat hitam diatas putih yang menyatakan bahwa saya akan selesai studi saya di luar negeri pada tahun 2006 dari pihak sponsor, yang jelas2 sudah ada surat yang menyatakan hal yang sama dari seorang petinggi di Indonesia.
Saya tatap wajahnya yang nampak menyeringai seolah-olah puas melihat wajah saya yang sengaja saya bikin memelas. Satu hari, dua hari saya masih bisa berbasa-basi dengan 'bapak' yang mengaku calon doktor dari sebuah universitas negeri ini. Tetapi ternyata basa-basi saya hanya sanggup bertahan dua hari saja. dan pada hari ketiga saya tidak bisa menyembunyikan muka kesal saya dan kata-kata pedas dan cuek sayapun mulai bermunculan ketika dia meminta uang "untuk mempermudah urusan" dengan tambahan kata2 "di Canada anda diam saja, semuanya akan beres. disini lain mbak, semuanya harus pakai uang untuk bisa menjalankannya kecuali nanti kalau anda sudah pulang, menjadi pejabat dan bisa merubah keadaan". saya tertawa kecil dan dengan gaya bercanda berkata "kalao saya jadi pejabat, saya akan pecat anda!" serta mengikuti langkah seorang bawahan dia untuk menuju instansi berikutnya tanpa memperdulikan ekspresi wajah pak Tumin yang sangat susah digambarkan.
Uang "alat" itu sudah saya siapkan. tetapi tak juga saya serahkan ke staf bapak tadi. Saya ikut membonceng vespanya menuju ke instansi berikutnya. Benar ternyata. tiap ketemu meja administrasi saya harus melakukan salam tempel. Begitu juga dengan instansi berikutnya. sampai ketika dokumen saya sudah beres, saya berikan uang khusus buat pegawai yang mengantar saya ke instansi-instansi yang saya kunjungi.
Sebenarnya urusan birokrasi di Indonesia akan mudah saja diatur jika 'blak-blak' an saja memasang counter "jalur cepat" dan "jalur lambat". Tetapi yang terjadi tidaklah demikian. para pegawai tsb mempersulit peraturan dengan kata2 yang tak masuk akal supaya kita mengeluarkan uang tambahan. Dan seolah-olah bersemboyan "kalau ada yang sulit, kenapa di permudah?"
Ketika saya meninggalkan ruangan birokrasi itu, lamat-lamat saya mendengar bapak 'Tumin' sedang menasehati para calon mahasiswa yang akan keluar negeri dengan bijaknya, penuh dengan rambu-rambu moral seolah dia orang paling suci se dunia.
Sementara dalam perjalanan saya pulang kampung, Sopir travel yang mengantarkan saya harus berhenti berkali-kali menyorongkan duit seribuan untuk orang-orang yang muncul diantara gelapnya malam dan kelokan-kelokan jalan.
Dan sopir travelpun berbisik " habis, daerah ini jauh dari rumah pak SBY sih".
Thursday, November 18, 2004
lihatlah garam itu
kecil seolah tak bermakna
tapi ketiadaanya membawa petaka
Untuk urusan riset, saya sangatlah serius. cobalah tengok postingan saya beberapa hari sebelum terbang ke Indonesia yang berjudul "packing dan packing". Rasanya keperluan riset dari A sampai Z sudah saya persiapkan dengan matang. Bahkan batu baterai pun saya siapkana dari Montreal karena saya enggan berurusan dengan masalah teknis di suatu daerah yang saya merasa tidak familiar.
Note: gaya riset saya yang berhasil di jepret adhi
Tapi ada saja yang tertinggal karena saya ingin serba ringan ketika saya menjaring obyek riset saya. Baju-baju yang saya bawa dari Montreal ternyata tak terpakai karena saya lebih suka membawa dua kaos blogger family untuk perjalanan santai, satu stel mukena untuk ibadah, dan satu stel baju yang saya anggap resmi untuk ke institusi-institusi yang saya singgahi plus dua daster untuk di rumah.laptop tidak saya bawa karena sudah tergantikan PDA tungsten saya, meskipun saya harus cepat-cepat mentransfer data saya begitu saya sampai Pekalongan sebagai basecamp saya guna ngirit memory. Charger camera sayapun tak saya bawa bepergian karena saya sudah yakin bahwa camera saya dalam keadaan penuh power. Jadi, start dari Pekalongan, satu ransel, satu tas tangan saja, saya pikr sudah cukup.
note: begini gaya saya ketika berkelana; satu tas ransel, satu tas tangan dan kaos BF kesayangan.
permasalahan pertama muncul ketika sebuah institusi di jakarta menanyakan print-out daftar wawancara yang akan saya tanyakan. padahal saya tidak membawa print out karena data tsb sudah ada di PDA saya dan tentu saja saya tak membawa hotsync (saya harus kembali ke rempoa kalau saya mau mengambil hotsync yang berarti berapa jam harus saya lalui dengan berbagai kemacetan) untuk mindahin data serta saya sudah mengirimkan ke institusi tsb 2 minggu sebelum keberangkatan saya ke Indonesia. di yahoo briefcase saya, ternyata tak ada dan saya terpaksa rental komputer untuk mengetik ulang segala pertanyaan itu.
Permasalahan kedua adalah ketika saya harus mengcopy data dari computer sebuah institusi di jakarta, saya kesulitan karena saya tidak membawa CD. Yang saya bawa kemana-mana adalah USB data traveller yang ternyata tidak compatible dengan window 98 dan saya tak membawa CD untuk menginstal programnya. untuk menyiasatinya, saya terpaksa meminta disket teman saya yang ternyata disket tersebut tidak bisa di buka di komputer2 keluarga mbak rieke dan laptop saya. tetapi untungnya bisa di print di warnet di sekitar pondok labu.
Permasalahan ketiga berkaitan dengan kamera digital. Karena merasa chargernya kegedean, saya tinggalkan sajalah charger di Pekalongan. Tetapi permasalahan muncul ketika di Makassar tenyata kamera saya perlu di charge. padahal masih ada tiga kota yang harus saya kunjungi. Untuk mengantisipasinya Di Makassar, ada Adhi yang menjadi fotografer saya sekaligus mengkopikan hasil jepretan risetnya di CD. Di Surabaya, ada mbak Imas, sang kepala perpustakaan yang meminjamkan kamera digitalnya kepada saya. Di Jombang, gus AAm, putra sang kyai Tambak beraspun berbuat yang serupa dan di bandungpun, saya meminta tolong Dharma untuk ke darut tauhid memotret objek2 penelitian saya.
Oh ya colokan ala Indonesia yang sudah saya persiapkanpun ternyata tidak bisa saya gunakan dan ini membuat keluarga mbak Rieke repot mencarikan penggantinya. Dan sampai saat ini saya lupa mengembalikan colokan itu ke mbak rieke dan masih dengan manisnya menempel di kabel laptop saya. Semoga di ihlaskan ya.
Coba bayangkan kalau saya tak mempunyai kawan-kawan blogger dan kebetulan institusi2 yang saya kunjungi tak setelaten itu dalam melayani saya yang ceroboh ini?
Baju-bajupun menjadi masalah ketika saya harus ke sebuah pesantren di Jawa Timur. Ternyata pakaian resmi saya terlalu minim untuk memasuki sebuah pesantren. walaupun para sesepuh pesantren tak mempermasalahkannya tetapi saya merasa tidak enak sehingga Neng Ninid sang putri kyaipun ikut meminjamkan jubahnya. lihatlah, betapa kecerobohan saya sangat merepotkan orang lain dan saya sendiri.
Note:Baju yang saya anggap resmi itu
Dan selama riset, saya telah meninggalkan odol, sikat gigi, 2 handuk, 2 lipstik, album foto anak-anak dan bedak tersebar di Tokyo, Bandung, Jombang, Jakarta dan Surabaya. Tetapi, setidaknya sampai sekarang, semua data hasil riset terbawa semua ke Montreal
Dan yang terakhir, sehari sebelum saya kembali ke Montreal, saya menyadari bahwa headset tungsten saya ketinggalan di Pekalongan! tolong! ada yang mau mengambilkan?
Ps : Foto2 jepretan adhi
Friday, November 12, 2004
Puisi Aly D Musrifa
Takbir Seribu Bunga
Allahuakbar
Kuagungkan nama-Mu dalam kerdil jiwaku
Allahuakbar
Di hatiku seribu daun gugur bangkit memandang-Mu
Allahuakbar
Talbirku takbir penyesalan dari ribuan abad berkubang dalam lumpur
Allahuakbar
Takbirku takbir derap kaki kuda mengantar para syuhada menjumpai-Mu
Allahuakbar
Takbirku takbir mereka yang menemani Nuh dalam pelayaran
Allahuakbar
Takbirku takbir Hiu yang membawa Yunus menepi ke pantai
Allahuakbar
Takbirku takbir Ya’kub mendengar kabar Yusuf tumbuh dewasa di negeri jauh
Allahuakbar
Takbirku takbir para buruh yang diperas tubuhnya di pabrik pabrik
Allahuakbar
Takbirku takbir berjuta rakyat yang mengering di ladang politik dan kekuasaan
Allahuakbar
Takbirku takbir para dlu’afa yang terkapar dan terabaikan
Allhuakbar
Takbirku takbir para intelektual yang meretas jalan pada-Mu dengan tintanya
Allahuakbar
Takbirku takbir para hakim yang memutuskan perkara dengan palu-Mu
Allahuakbar
Takbirku takbir Al Hallaj tersenyum pada-Mu di tiang gantungan
Allahuakbar
Takbirku takbir batu batu yang menolak melukai Musthafa di kampung Tha’if
Allahuakbar
Takbirku takbir para ibu yang yang tak pernah letih menggali danau kasih dan sayang untuk anak-anaknya
Allahuakbar
Takbir takbir para ayah yang menjadi Lukman bagi putra putrinya
Allahuakbar
Takbirku takbir sepasang angsa yang bermandi dalam genangan cinta dan kemesraan menghikmati-Mu
allahuakbar
Takbirku takbir seribu bunga yang mekar dalam keteguhan memngimani-Mu
Montreal, 2003-2004
Suasana sholat Ied (kanan) Ekspresi Danial sewaktu dapet hadiah dari Dubes
Kepada Seluruh sahabat,baik di dunia maya maupun nyata
Sambut uluran tangan dan bisikan kami
"Selamat Hari Raya Idul Fitri 1425 H
Mohon Maaf Lahir batin dan semoga amal ibadah kita di terima oleh Alloh swt. dan teruslah berdoa untuk kami"
salam
Aly, Labibah, Yasa dan Danial
ketemu dengan Anna sekeluarga (teman kecil saya waktu di Pekalongan)
Yasa ketika diwawancara Pak dubes tuk dapet hadiah (kiri)danial in action
PS: Terimakasih buat Zafar dan Ninink atas jepretan fotonya
Tuesday, November 09, 2004
Dunia nyata dan maya ternyata tidak begitu beda. Itu yang saya rasakan ketika bertemu teman-teman 'maya' saya di darat. Mbak Rieke dan keluarganya adalah sebuah keluarga yang hangat seperti yang tersirat di dalam blog mereka. Testimoni saya di frendster tentang dia ternyata memang benar. Dia adalah sosok yang tegas, moderat, tanpa basa basi, cerdas tetapi juga sedikit jahil yang membuat saya bisa tampil bebas tanpa jaim.TW adalah sosok lincah dan gesit, cerewet dan namapk seperti anak Smu. Itha nampak tulus tanpa kehilangan canda tawa.
Di acara pertemuan kopdaran blogger familypun, wajah-wajah yang tak asing bagi saya bermunculan menampakkan kepribadian sesuai dengan karakter blognya. Linda nampak sebagai sosok yang sangat manis tapi bersahaja. Yana tampak kalem dan tenang. Abhi Rhay dan keluarga tampak sangat berkepribadian. Tyas tampil sebagai sosok yang sangat kenes dan manja. Vi3 tampak sangat luwes dan cerdas lengkap dengan ngakak khas nya. QQ tampak sangat humoris dan 'ramai'. Andi ps terlihat sangat ramah. -Syl- sangat cantik sehingga tak kentara kalau sudah mumpunyai Nan dan May. De juga sangat manis dan cekatan. serta Ozzan, Gage, Balq, Renha,Atta, bocah klene, yeyen beberapa blogger lain yang tidak bisa saya sebut satu-persatu. Semuanya tampak akrab dan bersahabat.
Di Yogya pun, saya bertemu dengan blogger yang lain. Lala yang imut, Thomas yang tinggi dan cerdas, enil yang yang manis, odessy yang ramah, ray yang kalem, frans tixoes yang pendiam serta pasangan dina dan donneh yang tampak serasi. Semuanya tampak ramah dan mengesankan.
di Makassar, Adhi dan Rara serta Leo nampak sangat baik dan telaten mengantarkan saya kemanapun saya ingin pergi. dari makan-makan sampai nungguin sunset. Dari jadi sopir sampai fotografer. dari menjemput hingga mengantar saya ke bandara. Sungguh pertemuan yang sangat mengesankan.
Di Surabaya, uyet dengan suara ramainya menemani saya di wisma hingga jam dua malam kita bercerita seakan tak ada habis-habisnya. Bunda Shafiya yang cantik dan cerdas serta keluarga ( Pak Zulkarnain dan Shafiya) mengajak kita berdua makan malam di surabaya.
Di Bandung, saya ketemu Darma yang saya todong untuk memotret objek riset saya karena saya kelupaan membawa charger kamera digital saya. Entah apa jadinya kalau saya tidak bisa ketemu Darma. Di Bandung pula, Widi, Pak Iman, Dhafin dan ayya menemani saya mengagumi interior batu di ITB dan meneguk bajigur di Cilaki.
Di sela-sela waktu kepulangan saya ke Montreal, mbak Rieke kembali rela menaili angkot dan ojek untuk menyusuri kos-kos an di sekitar Ciputat guna mengucapkan selamat jalan kepada saya.
Demikianlah. Saya hendak berterimakasih kepada semuanya. Dan saya bahagia bisa mengenal anda. Dan kini biarkan saya mengenang segala kebaikan sampil mengulurkan tangan di dunia virtual. yup! we are a virtual family! Dan saya tetap seperti uma thurman! haha
*ps: foto-foto diambil dari 'rumah' Tw, Darma dan Adhi